Korea Selatan dan Jepang adalah negara tetangga yang serupa tapi tak sama. Kedua negara ini memiliki keistimewaan masing-masing, mulai dari budaya, bahasa, makanan, hingga entertainment. Lantas, banyak sekali anak muda dari Indonesia yang terpikat untuk melanjutkan pendidikan ke kedua negara Asia Timur ini. Simak bincang budaya antara dua international students dari Jepang dan Korea Selatan di artikel ini!
Korea Selatan dan Jepang adalah kedua negara tetangga dengan keunikan yang terkenal hingga ke segala penjuru dunia. Mulai dari makanan, objek wisata, bahasa, hingga pop culture, semuanya mempunyai daya tarik masing-masing. Untuk itu, PPI TIU mengadakan bincang budaya melalui Instagram Live mereka, sebagai platform bertukar informasi antara dua international students dari Korea Selatan dan Jepang. Narasumber bincang budaya kali ini adalah Fanie dari Tokyo International University dan Tania dari Handong Global University. Berikut ini adalah beberapa informasi menarik dari bincang budaya mereka:
Q1. Culture shock yang pertama kali dirasakan Fanie waktu ke Jepang dan Tania di Korsel
Fanie dan Tania mengakui bahwa di negara rantau mereka, orang-orang sangat disiplin mengenai waktu. Di Indonesia, datang telat adalah hal yang biasa. Namun, berbeda dengan Korsel dan Jepang, di mana mereka sering merasa was-was dan takut membuat orang lain menunggu karena budaya on time.
Q2. Berapa sih biaya hidup sebagai mahasiswa/i rantau di Jepang dan Korsel?
Baik Fanie maupun Tania berkata bahwa mereka tidak tinggal tepat di pusat kota, sehingga pengeluaran mereka untuk menyewa apartemen atau dorm room lebih murah. Sedangkan untuk makan, Fanie (Jepang) berkata bahwa ia bisa menghabiskan hingga 600 ribu (rupiah) per minggu untuk makanan, tergantung dimana ia makan. Tania (Korsel) memperkirakan bahwa ia menghabiskan 50 ribu (rupiah) untuk sekali makan di kantin universitasnya; untuk delivery service makanan, biasanya sekitar 80 ribu sampai 100 ribu (rupiah).
Q3. Bagaimana dengan students’ life di Tokyo International University dan Handong Global University?
Mengenai jumlah kelas yang ditawarkan, Fanie (Jepang) menjelaskan bahwa di universitasnya terdapat tiga jurusan yang diajarkan dalam bahasa Inggris, yaitu Digital Business and Innovation (DBI), Business Economics (BE), dan International Relations (IR). Namun, siswa DBI bisa mengambil beberapa jurusan yang ditawarkan IR dan sebaliknya. Jika memenuhi persyaratan, siswa juga bisa berganti jurusan. Misalnya, jika siswa IR ingin berganti jurusan ke BE, mereka bisa menghubungi bagian akademik universitas.
Tania (Korsel) membalas bahwa pilihan untuk kelas yang diajarkan dalam bahasa Inggris di universitasnya masih tergolong sedikit. Untuk itu mereka diberi kelonggaran untuk ‘membuat’ jurusan sendiri. Dengan cara mengambil credit dari universitas lain, dari online courses yang terdaftar, ataupun dari exchange semester, siswa/i bisa untuk menambahkan mata kuliah tersebut ke daftar kelas yang mereka ambil. Mereka bahkan bisa menamai nama jurusan mereka tersebut. Tetapi hal ini harus atas persetujuan dari bagian akademis, seperti dosen pembimbing.
Mengenai kelas bahasa, Fanie bercerita bahwa di Tokyo International University, kelas bahasa Jepang hanya perlu diambil waktu tahun pertama dan tergantung kemampuan masing-masing yang diukur dari placement test. Sedangkan di Handong Global University, tempat Tania kuliah, mereka diwajibkan untuk mengambil 4 kelas bahasa Korea. Tentunya, hal ini adalah salah satu keuntungan dari berkuliah di luar negeri. Kita tidak hanya bisa menambah wawasan, namun juga menguasai bahasa asing!
Q4. Apakah berkenalan dengan orang asli Jepang dan Korea adalah hal yang mudah? Dan apakah di universitas ada organisasi yang mengumpulkan orang Indonesia?
Menurut Fanie dan Tania, kebanyakan orang Jepang dan Korea yang mereka temui agak malu-malu untuk approach duluan. Nah, hal ini bukan karena mereka sombong, ya! Tetapi kebanyakan dari mereka masih kurang nyaman untuk mengajak kenalan duluan, apalagi dalam bahasa Inggris. Untuk itu, jangan takut untuk approach orang lain duluan. Asal kita sopan dan bertujuan baik, akan di respon positif, kok!
Mengenai organisasi untuk orang Indonesia, Tania (Korsel) mengakui bahwa di kampusnya, orang-orang di Indonesia memiliki group chat untuk janjian makan bareng dan melakukan kegiatan lain bersama-sama. Fanie membalas dengan mengatakan bahwa selain group chat, perkumpulan orang Indonesia biasanya bergabung di Perhimpunan Pelajar Indonesia, atau PPI. Organisasi itu sangat penting untuk para pelajar, lho! Apalagi untuk mahasiswa/i perantau seperti Tania dan Fanie yang bisa mencari teman-teman untuk saling support. Baca juga artikel PPI TIU mengenai manfaat berorganisasi untuk pelajar, yuk! Habis ini bisa klik linknya ya di sini.
Untuk teman-teman yang berminat untuk menonton Live Instagram lengkapnya bisa klik di sini. Nah, bagi yang tertarik juga untuk ‘mengintip’ sedikit tentang university life in Japan bisa lihat-lihat Tokokudai Handbook, ya! Di sana ada informasi mengenai Tokyo International University, kegiatan siswa, tempat-tempat menarik di sekitar kampus, dan hal-hal lain yang berkaitan dengan Jepang yang dikemas secara menarik oleh PPI TIU. Yuk, yang tertarik membaca bisa mampir di sini.
Salam Hangat,
Tim Biro Pers PPI TIU.
Comments